Rabu, 25 Maret 2020

Jayakah?

Kejayaankah atau keterpurukan? Sudah jayakah hidup kita?  Jangan-jangan keterpurukan kita sangka sebagai kejayaan. Sementara kejayaan kita sangka sebagai keterpurukan.

Dua pertanyaan ini tiba-tiba menikam tepat di kepala. Ditambah dengan kata-kata Majapahit mengalami zaman kejayaan pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dengan Gajah Mada sebagai patihnya.

Eit, bukan Majapahitnya yang akan aku tulis lebih jauh di sini tetapi lebih pada kata zaman kejayaannya. Entah mengapa istilah zaman kejayaan ini menjadi pertanyaan yang paling sering muncul di kepala. Tentu harus ada indikator untuk mengatakan bahwa saat ini adalah zaman kejayaan, saat itu adalah keterpurukan. Mari kita seret dua kata tersebut dalam kehidupan kita. Masalah kemudian muncul ketika kita berkaca terhadap dua kata tersebut. Apakah kita sekarang berada dalam zaman kejayaan? Ataukah malah kita berada zaman keterpurukan? Lama aku berpikir tentang hal ini. Berada di kejayaankah kehidupanku sekarang, atau justru berada dalam keterpurukan?

Bila saat ini aku berada dalam kejayaan lantas bagaimana harusnya aku bersikap?
Sedangkan bila sedang berada dalam keterpurukan, lalu bagaimana aku harus bersikap?
Barangkali kalian pernah memikirkan hal yang sama denganku. Kalau iya, kasih komentar ya.
Lama aku terbelenggu dengan pertanyaan di  tersebut. Sedikit demi sedikit akhirnya ketemukan jalan terang.
Sepertinya ada hal yang keliru dalam caraku berpikir. Aku lupa, kata kejayaan dan keterpurukan sebenarnya berada dalam frame yang berbeda. Jika kita sendiri yang menilai diri kita termasuk dalam masa yang mana tentu keliru. Kata kejayaan dan keterpurukan lebih afdal jika dilihat dari sudut pandang sebagai pengamat.
Hayam Wuruk tentu tidak akan mengatakan bahwa masa pemerintahannya berada dalam kejayaan. Orang lain lah yang mengatakan demikian. Kata kejayaan dan keterpurukan semestinya bukan kita ucapkan untuk menilai diri kita sebagai subjek. Melainkan biarlah orang lain yang memandang kita sebagai objek. Sebagai manusia satu hal yang harus kita lakukan yaitu senantiasa berusaha dan berdoa dalam mengarungi kehidupan.

Masalah kejayaan dan keterpurukan biarlah orang lain yang menilai. Orang lain berhak mengatakan apapun tentang kita, mulai dari menyanjung, menghina, bahkan memfitnah  karena memang mereka punya mulut. Punya pemikiran . Punya hati. Punya sudut pandang sendiri dalam menentukan keputusan untuk menilai diri kita. Kita pun hendaknya mamph menghargai pendapat mereka dengan arif dan bijaksana. (Hrz)
Selengkapnya.. - Jayakah?