Minggu, 01 Agustus 2021

BLORA HIPER BOLA #2 TULUS SAPMOKO KIPER LANGGANAN PERSIKABA

            
FOTO: DOKUMEN PRIBADI TULUS SAPMOKO

Terlepas dari kontroversi dampak yang diakibatkannya, nyatanya jejaring sosial memiliki dampak positif. Hal ini kurasakan kala aku bisa bertegur sapa dengan banyak orang. Salah satunya bertegur sapa dengan kiper Persikaba. Nah, belum lama ini aku mencoba berinteraksi dengan salah satu kiper andalan Persikaba Blora. Tentunya bagi warga Blora, terlebih bagi mereka yang menyukai sepak bola tidak akan asing dengan nama Tulus Sapmoko. Yup, dia adalah kiper langganan Persikaba. Sebenarnya aku sudah beberapa kali melihat Mas Moko bermain. Baik ketika ia berkiprah membawa nama Persikaba maupun ketika ia memperkuat Kecamatan Ngawen saat Bupati Cup digelar.

Singkat cerita, aku mengenalnya secara langsung dari seorang teman Saminista, nanti di episode selanjutnya akan aku tulis juga kisah temanku ini. Dari teman Saminista ini kemudian aku mencoba mengontak Mas Moko, nama panggilan Sang Kiper melalui facebook dan berlanjut ke whatsapp. Tepatnya pada Minggu, 23 Juli 2021 akhirnya aku berkesempatan main ke rumahnya. Dengan janjian dulu pastinya ya. Sekira pukul 13.30 sampailah aku di rumah Mas Moko. Sebenarnya rumahku tak terlalu jauh tapi karena ada perlu di kota, aku baru bisa main ke rumahnya hari ini.  Berada di pingir jalan raya Blora-Purwodadi, tepatnya di depan SMPN 1 Ngawen, Mas Moko nampak duduk santai di depan rumah mengenakan kaos berwarna biru. Setelah bersalaman, kami pun ngobrol ngalor-ngidul. Waktu itu belum terbersit keinginan untuk membuat skena Blora Hiper Bola, jadinya obrolan pun masih seadanya. Selang beberapa hari muncullah pemikiran untuk membuat skena ini. Barulah kemudian aku mengontak Mas Moko kembali untuk meminta izin agar kisah hidupnya kutulis. Alhamdulilah, tidak hanya diizinkan, beliau bahkan menceritakan secara lengkap kisah-kisahnya kepadaku.

Awal bergabung dengan Persikaba

Tulus Sapmoko, lelaki asal Desa Sukolilo, Ngawen ini memiliki postur tubuh yang cukup ideal sebagai penjaga gawang. Dengan tinggi badan ± 178 cm memudahkan ia bergerak bebas di udara guna menangkap dan menepis bola. Tentang awal perkenalannya dengan Persikaba, Mas Moko bercerita, “Dulu diajak senior-senior dari Ngawen untuk ikut latihan bersama Persikaba. Setelah itu ikut seleksi. Nah lolos dari seleksi, kemudian aku masuk tim magang Persikaba, Dik,” Kisah Mas Moko kepadaku. Pada 2004 ia pun masuk dalam tim Persikaba, usianya saat itu masih 23 tahun. Mulai 2004 sampai 2007 ia selalu menjadi pemain langganan yang ditunjuk untuk mengisi slot penjaga gawang Persikaba.

Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Nampaknya peribahasa ini berlaku untuk Mas Moko. saat kutanyakan apa yang menyebabkan dia tertarik untuk menjadi penjaga gawang,  Mas Moko menjawab, “Bapakku dulu adalah kiper PSS Ngawen sementara adikku seorang striker. Saat aktif di dunia sepak bola professional aku jadi kiper. Giliran setelah pension kok malah asyik jadi striker.” Nah, teman-teman peran orang tua nyatanya sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang seorang anak. Ini pula lah yang dialami Mas Moko.

 

Riwa-Riwi Dikontak Persikaba

Tak hanya memperkuat Persikaba saja, sang kiper pun pernah merasakan merumput bersama tim lain. Tak tanggung-tanggung sampai ke Sumatera. Tercatat pada 2008 ia pernah memperkuat PSKPS Padang Sidempuan. Baru setahun bersama PSKSPS, ia dikontak manajemen Persikaba. “2009 aku dikontak manajemen Persikaba. Jadi 2009 aku kembali ke Blora dan kembali memperkuat Persikaba, Dik” ujar Tulus Sapmoko.

Belum lama memperkuat Persikaba, Mas Moko hijrah ke kota tetangga. Merumput bersama Persiku Kudus selama dua musim, yaitu musim 2009/2010 dan 2010/2011. Dua musim memperkuat Persiku, pada 2013 Mas Moko dipanggil lagi oleh manajemen diminta untuk memperkuat Persikaba. Ia pun pulang ke Blora. Setahun membela Persikaba, pada 2014 ia kemudian hijrah ke Jawa Timur, menimba pengalaman dengan bergabung bersama PSID Jombang. Setahun memperkuat PSID, ia lagi-lagi diminta manajemen untuk kembali memperkuat Persikaba. Mas Moko pun kembali memperkuat Persikaba pada 2015-2016.

Pengalaman Tak Terlupakan

PERSIKABA LOLOS DIV.III 
Tentang pengalaman tak terlupakan ketika memperkuat Persikaba, Mas Moko bercerita, “Pengalaman yang tak terlupakan ketika membawa Persikaba lolos divisi III nasional di Bantul, kata Mas Moko. “Tahunnya aku lupa tapi ini ada fotonya,” tambah beliau sambil menunjukkan foto. Wow masih muda sekali ya. Sambil tertawa dia bilang, “Ya, itu ketika 2006 tak lama setelah menikah,” ungkapnya. Masalah skor, beliau sudah lupa. Ya maklum sudah lama sekali kan ya. Tapi Mas Moko masih ingat rival-rival yang dihadapi Persikaba, antara lain Persikoba Batu Malang, Perseta Tulung Agung, PS Sibolga, dan lain-lain.

Tokoh Idola

Setiap orang tentunya memiliki sosok idola. Begitu pun dengan banyak sekali pemain sepak bola di dunia, tak terkecuali Mas Moko. Ketika kutanya tentang tokoh idola, ia mengatakan bahwa Taffarel merupakan sosok idolanya. Lhaik! Siapa Taffarel ya? Wah pasti kalian asing dengan nama ini bukan? Dia adalah kiper timnas Brazil. Waduh kalian udah pada lahir apa belum ya era Taffarel ini? “Kalau pemain Indonesia, aku suka sama Hermansyah. Itu lho mantan kiper timnas,” nah lho kalian asing lagi kan sama nama ini? Usai menjawab pertanyaan ini beliau pamit mau main bola. Ketika mau pergi ia bilang kalau usianya sudah kepala empat. Empat puluhan bro! Heran bukan? Kok fisiknya masih tampak awet muda ya. Rajin olah raga dan makan makanan yang bergizi begitu kata beliau. Sementara sampai di sini dulu kisah tentang Mas Tulus Sapmoko. Next kita sambung lagi, sebenarnya sih masih penasaran dengan skuad Persikaba era 2009-2010 tapi ya lain waktu kita bahas ya. Sudah malam. Tangan dan mata sudah lelah. Selamat membaca.

 

Selengkapnya.. - BLORA HIPER BOLA #2 TULUS SAPMOKO KIPER LANGGANAN PERSIKABA

Jumat, 30 Juli 2021

BLORA HIPER BOLA #1 M.SOLEH LEGENDA PSIS: PERSIKABA ADALAH KLUB TERAKHIR SAYA

foto: Dokumen Pribadi M.Soleh

Sore itu, aku iseng saja mencoba mencari hal-hal yang berkaitan dengan Persikaba di media sosial. Kuketik kata Persikaba di mesin pencarian facebook. Muncul bermacam-macam hal. Dari sekian banyak informasi dan foto yang disajikan, ada satu hal yang membuatku tertarik. Foto seorang lelaki yang tidak bisa dibilang muda tengah selfie mengenakan jersey Persikaba. Dalam hati saat itu, siapa orang ini ya? Rasa penasaran semakin memuncak. Langsung coba iseng kukirim pesan. Eh dibalas. Dialah M. Soleh. Eks pemain Persikaba era 2010.

Beliau orang yang asyik menurutku. Bagaimana tidak, pesanku ditanggapi lho. Sosok yang tentunya akan tidak masalah jika pesan dari orang biasa sepertiku diabaikan saja. Hmm. Semua ini tidak berlaku bagi M. Soleh pastinya. Pesanku dibalas. Bahkan obrolan kami pun berlanjut ke whatsapp. Pesan demi pesan kukirim dan berjawab. Setelah sekian lama wara-wiri bertanya ini itu. Aku pun jadi malu. Tidak coba cari data dulu di google. M. Soleh lho. M. Soleh seorang legenda hidup yang pernah memperkuat PSIS Semarang dan mengangkat trofi bersama Tugiyo cs. Masya Allah! Malu aku malu. Mana lancang ngobrol pakai bahasa santai kayak sama teman sendiri lagi. Ini ngobrol sama Legenda PSIS Bro! Duh! Lebih malu lagi aku tahunya PSIS era itu dari bapakku. Bapak lah yang menceritai aku saat bagaimana hebatnya PSIS Semarang waktu itu.

Disadari atau tidak PSIS hadir dan mengisi hidup kami. Bagaimana tidak, tiap sepulang sekolah madrasah dan selesai ngangsu aku dan Bapak segera nonton PSIS main. Bisa dibilang nonton PSIS seperti agenda yang tidak boleh diinterupsi dengan hajatan maupun buwuh, hehehe. Kenalku PSIS saat itu adalah PSIS era De Porras, Ortiz, M. Ridwan dkk. Sambil nonton inilah Bapak selalu bercerita tentang PSIS era Tugiyo dulu. Dan seperti biasa setiap Bapak bercerita, aku tak begitu menghiraukan. Habisnya sambil nonton PSIS maine. Eh lha ini tak tahu ada angin dari mana aku kok malah chattingan langsung dengan salah satu pemain dari skuad PSIS yang selalu diceritakan bapakku dulu. Auto minta maaf ke Pak Soleh deh, aku memanggilnya begitu sebelum tahu kalau beliau melanjutkan karir sebagai seorang pelatih.

M.Soleh di PSIS Semarang


Karir M. Soleh Malang Melintang di Dunia Sepak Bola Indonesia

Mengawali karir bergabung dengan klub BPD Jateng, M. Soleh ahli dalam urusan menjaga lini pertahanan. Dari BPD Jateng, ia kemudian merapatkan diri ke PSIS Semarang bergabung bersama Bonggo Pribadi, Agung Setiyabudi, Tugiyo, dan yang lainnya. Sempat menggantikan Anton Wahyudi, posisinya kemudian bergeser ke bek kiri. Hingga akhirnya membawa PSIS juara tahun 1999 dan tahun 2001.

Setelah memperkuat PSIS Semarang, M. Soleh yang sangat akrab dengan nomor punggung 15 ini pun hijrah ke Tangerang, membela Persita Tangerang dari 2001 sampai 2003 di bawah asuhan Coach Bendol (Benny Dollo). Usai memperkuat Persita Tangerang, ia kemudian bergabung dengan klub asal Sleman yang terkenal dengan sebutan Super Elja, PSS Sleman di bawah asuhan coach Daniel Rukito. Tiga tahun bersama sang pelatih, M. Soleh ditempatkan di posisi bek kiri dan stopper.

Petualangan M. Soleh belum berakhir. Dari PSS Sleman, ia lalu merapat ke Persiter Ternate (2006-2008). Ia pun sempat mencicipi dilatih langsung oleh pelatih Jackson F. Tiago. Selepas dari Persiter Ternate, ia akhirnya memutuskan untuk kembali ke Jawa dengan memperkuat Persiku Kudus tepatnya pada 2009-2010. Usai membela Persiku, M. Soleh kemudian bergabung dengan Persikaba Blora, dengan ditempatkan di posisi stopper dan libero.

M. Soleh dan Persikaba

Melihat pengalaman M. Soleh yang kerap malang melintang di dunia persepakbolaan tanah air, tentunya menjadi hal yang sangat menarik untuk kita gali lebih jauh. Terlebih ketika beliau akhirnya memilih Persikaba pada tahun 2010. Sebuah klub yang mungkin belum banyak orang mengenalnya. Tentang hal ini Coach MS (julukan Pak Soleh sudah tidak berlaku ya dan lebih enak kalau kita pakai panggilan ini) memberikan opininya. “Persikaba merupakan tim kecil waktu itu tetapi pihak manajemen sangat serius menjadikan Persikaba sebagai tim besar.  Keseriusan majemen dibuktikan dengan menargetkan Persikaba lolos divisi dua, Mas” ucap Coach MS.

Tidak hanya itu, menurut beliau keseriusan manajemen juga terlihat dari pemain-pemain yang dipanggil dan memperkuat Persikaba kala itu. Beberapa nama pemain sarat pengalaman yang memperkuat Persikaba kala itu antara lain: Indrianto Nugroho, Nugroho Andrianto, M. Soleh, Deni Rumba, Bambang Harsoyo, Alm. Listianto Raharjo (pelatih kiper), dan  lain-lain. Tentunya dengan dikomandoi langsung oleh Bonggo Pribadi sebagai pelatih.

Perihal sosok pelatih, dalam hal ini Coach Bonggo Pribadi, aku juga sempat menanyakan bagaimana ya rasanya dilatih oleh eks rekan setim saat di PSIS dulu. Dengan ringan Coach MS menjawab “Happy aja Mas. Kami sudah sama-sama tahu karakter masing-masing. Biar begitu ya tetap harus menjaga hormat dan tahu batas antara pelatih dan pemain. Tujuan kami kan sama yaitu membesarkan nama tim Persikaba.” Dahsyat juga ya kan? Perihal formasi yang sering dipakai coach BP (Bonggo Pribadi), Coach MS mengatakan bahwa Coach BP sering menggunakan formasi 1-3-5-2 dengan libero dan dua stopper kala itu. Adapun posisi yang diisi Coach MS saat itu adalah wing back dan libero. Beliau bergabung di Persikaba saat Persikaba masuk babak 16 besar, menggantikan Deni Rumba yang kembali ke Semarang.

 

Nomor punggung 25 sengaja dipilih Coach MS karena nomor 15, nomor kesukannya kala itu sudah dipakai rekan setim. Ia juga menambahkan bahwa yang paling menarik ketika membela Persikaba adalah di Persikaba ini adalah ia bisa main bola sambil reuni dengan kawan-kawan lama yang sudah sekian lama terpencar. “Kurang lebih sembilan pertandingan kalau nggak salah, saya berlaga di Persikaba, Mas,” ungkap Coach MS. Ketika kutanya tentang laga yang paling berkesan, Coach MS mengatakan bahwa semua pertandingan sangat menentukan. Jadi menurut beliau semua pertandingan penuh dengan kesan.

Nah usai memperkuat Persikaba, Coach MS memutuskan untuk gantung sepatu dikarenakan usia saat itu sudah memasuki 39 tahun. Cerita yang rasanya sangat sayang untuk tidak ditulis bukan? Menutup obrolan aku pun menanyakan tentang resep rahasia untuk bisa menjaga stamina agar bisa prima. “Sedari 1993 sampai 2010 bermain di liga profesional tanpa henti Coach tidak pernah mengeluh saat latihan berat dan bisa mengalahkan diri sendiri saat fisik, Mas. Serta selalu beli vitamin sendiri sebelum diberi tim dokter. Jadi saya selalu bugar.”

Oke semantara sampai di sini dulu ya teman-teman. Lain waktu kita sambung kembali. Mari selalu doakan Coach MS agar selalu sehat dan sukses dalam berkarier. Sekian. 

Selengkapnya.. - BLORA HIPER BOLA #1 M.SOLEH LEGENDA PSIS: PERSIKABA ADALAH KLUB TERAKHIR SAYA

BLORA HIPER BOLA

Latar Belakang

Blora Hiper Bola merupakan langkah ikhtiar pribadiku untuk mencoba lebih mengenal dan mendekati dunia persepakbolaan di Kabupaten Blora. Sebuah kabupaten yang terletak di Jawa Tengah paling timur berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Di Blora ini pula lah aku lahir dan dibesarkan. Kabupaten Blora memiliki sebuah klub sepak bola yang sangat dicintai oleh warganya bernama PERSIKABA. Klub berjuluk Laskar Arya Penangsang ini memiliki home base di Stadion Kridosono. Namun, kini stadion ini dialih fungsikan oleh pemkab menjadi ruang terbuka. Sebagai gantinya, Lapangan Krida Loka, Jepon ditunjuk sebagai home base pengganti Kridosono. Sampai saat ini lapangan ini sedang dalam proses revitalisasi. Sebagaimana klub-klub sepak bola lainnya, Persikaba memiliki banyak supporter dan fans fanatik, diantaranya Saminista, Blora Fans, Curva Nord Persikaba, dan masih banyak lagi.

Skena Blora Hiper Bola ini sendiri tercetus waktu itu bermula dari sebuah kegelisahanku sendiri. Jujur, aku adalah seorang fans Arsenal. Iya, klub sepak bola asal London Utara itu. Karena suka, akhirnya semua hal yang berkaitan dengan Arsenal kukumpulkan. Mulai dari jersey, topi, gantungan kunci, stiker, kartu mainan. Semuanya. Sampai suatu hari entah darimana pemikiran itu berasal. Pertanyaan demi pertanyaan terus menerus menagih jawaban senantiasa berputar-putar di otak. Kamu ini serba-serbi klub asal luar negeri aja dikoleksi, sementara klub tanah kelahirannya sendiri malah nggak tahu.

Dulu sebelum stadion dialihfungsi, aku beberapa kali menyaksikan Persikaba bertanding. Sama istri malah. Tapi ya begitu, kurang mendalami historiografinya. Tentang siapa saja pemain Persikaba, siapa manajernya, siapa pelatihnya, ah rasanya masih buta. Ditambah lagi saat aku coba mencari informasi di google tentang profil pemain, profil pelatih, profil manajer, supporter, jawaban yang kudapat rasanya masih kurang memuaskan. Bermula dari situlah pemikiran itu muncul kenapa enggak kita mulai saja ya? Pikirku waktu itu. Minimal profil dan kisah-kisah pelaku sepak bola yang ada di Blora terdokumentasikan.  Barangkali nanti berguna minimal untuk orang yang masih awam sepertiku ini. Akhirnya, Bismillah kucoba untuk berikhtiar menaarufi Persikaba dengan apa yang kubisa. Akhirnya kupilih judul Blora Hiper Bola sebagai payung besar. Semoga tulisan-tulisanku ini nanti bermanfaat bagi kalian. Tentunya kritik dan saran yang membangun akan selalu kuharapkan demi proses belajarku ini. Selamat membaca.

Selengkapnya.. - BLORA HIPER BOLA

Minggu, 27 Juni 2021

Antara Literasi dan Jersey

Selamat malam sodaraku. Baik-baik saja bukan? 


Lama sekali rasanya aku nggak nulis. Heran. Kenapa ya kok jadi pemalas gini. Oiya, sebenarnya ada satu buku yang  sudah selesai kubaca. Judulnya Musashi karya Eiji Yoshikawa. Kamu udah pernah baca? Gimana bagus? Kalau ada yang belum baca nanti deh lain waktu kubikin ulasannya.

Oiya sodaraku, jarang nulis bukan berarti aku jarang baca ya. Baca buku tetap lanjut meski tulis-menulis macet. Membaca buku seolah menjadi kebiasaanku dari dulu. Yah, kalau ditanya sejak kapan suka buku (buku bacaan maksudnya bukan buku pelajaran) sepertinya sedari SMP. Aku ingat dulu ketika SMP sering sekali keluar masuk perpus demi pinjam buku cerita rakyat berbagai daerah di Indonesia. 

Saat SMA mulai deh suka novel. Genrenya ya begitu. Teenlite. Baru mulai kelas XI genre buku favorit sudah mulai berubah. Terlebih ketika kelas XII.
Masih membekas rasanya di ingatan tentang menggelegaknya hati dan pikiran ketika membaca Harimau-Harimau karya Mochtar Lubis. Bahkan sampai sekarang masih teringat satu nama tokoh legendaris dari Harimau-Harimau itu. Wak Katok. Di SMA inilah intensitasku masuk perpus menjadi makin sering. Lebih-lebih saat kelas XII dulu.
Gimana enggak, jam istirahat ke perpus. Baca. Terus nanti pinjam, bawa pulang. Pertimbangan dulu hanya satu, biar hemat. Kalau ke perpus kan nggak usah jajan. Maklum, uang saku mepet. Hanya Rp 3000,-. Dengan perhitungan Rp 2.000,- buat ongkos naik bus pulang pergi. Sisanya buat jajan. Untuk menekan keinginan jajan waktu itu ya ke perpus.

Nah, baru ketika kuliah di Jogja nafsu baca makin tak terbendung. Gimana enggak, akses buku jauh lebih dekat. Genre buku pun berubah. Nafsu baca lebih dominan ke biografi tokoh, ideologi kiri, genre novel pun bergeser lebih ke novel sejarah. Eits, genre novel sejarah masih berlaku ding sampai sekarang. Hehe

Berkenalan dengan Jersey

Oke sodaraku obrolan kita bergeser sedikit dari buku ya. Tapi tenang, masih seputar hobi kok. Selain hobi dengan buku literasi, aku juga suka mengoleksi jersey. Lupa persisnya kapan aku mulai berkenalan dengan jersey. Oiya, kalau di antara kalian ada yang belum tahu jersey,  jersey itu kostum sepak bola itu tuh ya.


Pertama bersinggungan dengan jersey kalau nggak salah ingat dua tahun setelah mengajar. Kurang lebih tahun 2013an mulai tuh berkenalan dengan yang namanya jersey. "Beli ah satu jersey Arsenal". Klub favoritku sedari SMP dulu soalnya.
Latar belakang perkenalan jersey bolaku mungkin berbeda dengan teman-teman. Setahuku ada beberapa teman yang sedari kecil punya memori dengan jersey, salah satunya karena jersey itu kenangan yang dibelikan oleh ayahnya.
Aku tak pernah punya jersey sejak kecil. Gimana mau punya jersey, main bola aja kena marah. Yah, orang tuaku terlalu takut kalau anaknya cedera atau apalah. Pengalamanku di bidang cedera sejak kecil terlalu banyak. Mulai dari sering step, jari telunjuk tembus kena jarum di mesin jahit, kapur barus masuk hidung sampai masuk rumah sakit, mata kiri tumor, kata dokter ada daging tumbuh sampai harus dioperasi dua kali ketika TK dan kelas 3 SD. Banyak sekali bukan? Yah begitulah, mungkin inilah alasan yang menyebabkan bapak dan ibuku melarangku main bola. Jadi kalau pun main bola plastik harus sembunyi-sembunyi.
Perkenalanku dengan klub bola adalah saat SMP. Saat itu bersama Bapak, kami jadi fans PSIS Semarang di Liga Djarum Indonesia. Setiap PSIS Semarang bermain, kegiatan ngangsu (ambil air bersih) langsung berhenti. Nonton PSIS Semarang dong.
Nah, perkenalanku dengan klub Eropa ya karena teman sekelasku SMP. Adi Idrus namanya yang fans fanatik AC Milan. Milanisti. Dimana-mana yang dibahas selalu Milan terus. Dari situ aku bingung tuh. Klub mana ya yang jadi idolaku.

Saat itu centrocampo Italiano sedang menggila. Donna Agnesia sama Darius Sinathrya seingatku yang jadi presenter di Indosiar. Cukup lama kucari klub mana ya yang jadi andalanku. Kok masih saja nggak ketemu. Nah, waktu malam Minggu ada pertandingan Barclays Premier League yang menyajikan pertandingan Manchester United vs Arsenal. Bersama Bapak, lupa dulu itu skornya berapa-berapa. Pertandingan itu  kuikuti sampai selesai. Nah ini baru sepak bola, kataku dalam hati. Aliran umpan bola nggak muter-muter, keras, dan dengan tensi tinggi. Mainnya cepat. Sangat berbeda dengan liga Italia kesukaan Idrus. Ditambah lagi saat itu aku mulai terpesona kepada salah seorang pemain Arsenal. Pemain tampan, skill bagus, lari cepat. Si Jose Antonio Reyes. Pemain bernomor punggung 9 waktu itu langsung menyita perhatianku. Nah kembali ke jersey bola. Mungkin jadi pembalasan dendam kali ya. Baru deh ketika sudah mengajar dan dapat honor sedikit, mulai berani beli jersey. Awalnya beli dua. Satu untukku pribadi dan satu untuk adikku yang niatnya akan kuberikan saat menyambanginya di pondok pesantren.  Mulai deh dari situ rasa ketagihan itu muncul. Kok asyik juga ya punya jersey. Seperti ada kebanggan tersendiri. Oiya, jersey yang kubeli waktu itu adalah jersey Arsenal away centenary musim 2011. Aku beli yang tanpa merk sementara adik kubelikan yang merk 7star.
Berawal dari situ obrolan tentang jersey menjadi semakin semakin sering. Ngobrol sama Idrus, ngobrol sama teman ngajar, ngobrol sama pemilik toko jersey tentang kualitas jersey dan sebagainya. Semua-mua tentang jersey. Keinginan mengoleksi jersey pun semakin menggebu-gebu. Setelah itu sempat dibelikan adikku yang saat itu kerja di Kalimatan. Waktu itu dia sempat bilang "Nanti tak belikan jersey arsenal di sini, Mas Jersey Ori." ORI? Wauw. Ternyata maksud dia adalah jersey Grade Ori. Walhasil sampai dia pulang dari Kalimanatan, jersey pun tak kunjung datang. Akhirnya dibelikanlah jersey Arsenal di Blora. Mana tinggal satu lagi. Eh kok enak ya kainnya. Jadi ketagihan deh. Ah beli ah yang GO (Grade Ori). Bersama Idrus akhirnya kami jadi pelanggan toko jersey. Selalu dikabari kalau ada barang baru. Aku bahkan rela nyari pinjaman lho kalau ada jersey yang oke. Hihi. Ssst.
Dihitung-hitung ada lah kalau sepuluhan jersey grade ori waktu itu. Sampai-sampai beli online juga. Padahal nggak punya rekening. Belinya ya minjam-minjam. Suruh transferin adik, kadang ke bank sendiri buat transfer, kadang juga minta tolong teman buat nransferin. Walah.
Bicara kualitas jersey, makin lama kok baru ngeh.  Kualitas jersey grade ori kok begini ya. Kainnya bagus memang, tapi sponsor kalah kecuci kok mengelupas. Rontok.

Sementara niat ngoleksi makin menjadi-jadi tuh. Penasaran. Instensitas berfacebook jadi makin sering diisi dengan mencari-cari informasi jersey. Mulai nyari forum jual-beli jersey, komunitas jersey, grup-grup jersey yah buat nyari tahu tahu keunggulan dan kelemahan kualita jersey.

Dari situ barulah aku tahu semakin kuno jersey, semakin mahal harganya. Terlebih Jersey yang ada nama dan nomor punggung pemainnya.

Kemudian berkenalanlah aku dengan grup Pencinta Jersey KW Lokal atau yang disingkat PJKWL. Mulai kuscroll tuh dari atas ke bawah. Wih ngeri ya. Jerseynya langka-langka. Selain itu membaca komentar-komentar di grup ini kok asyik banget. Kesannya kok membernya hangat seperti saudara. Hingga akhirnya aku berkenalan dengan Zico Roemario. Dia pernah mengunggah foto jersey Arsenal di grup. Wih Arsenal. Langsung coba kutengok porfilnya ya man. Buset. Jersey Arsenalnya banyak banget. Akhirnya kucoba berkenalan. Ternyata dia orang Jogja. Dari sini lah aku mulai kenal dengan keunikan Jersey KW lokal. Memang sih kain jersey kw lokal cenderung panas, tapi sponsor nggak ada tuh cerita kelupas, rontok, atau pecah kayak Grade Ori. Dari Zico ini, aku kemudian membeli beberapa jersey kw lokal miliknya. Di antaranya, Robin Van Persie merk multisport centenary 2011-2012, Podolski home 2012-2013, sampai Arshavin away 2010-2011 yang kuambil langsung di tempat kerjanya, di Malioboro. Baru setelah itu mulai kukenal beberapa nama sesepuh jersey (panggilan mesra bagi member PJKWL) terkhusus kolektor jersey Arsenal. Dari mereka lah kini tersimpan beberapa jersey Arsenal di lemari kayu, berdampingan dengan buku-buku. Jumlahnya, wah nggak pernah ngitung, yang pasti lebih sering nambah daripada kurang. Kalau kamu, hobi apa yang paling kamu sukai? Pasti nggak cukup satu kan?

Selengkapnya.. - Antara Literasi dan Jersey