Sabtu, 23 November 2013

Pilihan yang Terus Tergerus

*Abdul Haris Nur H.
Hidup tidak bisa terlepas dari pilihan. Berbicara tentang pilihan, tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi seseorang untuk memilih. Latar belakang yang sangatheterogen inilah yang nantinya membawa kita kepada suatu jalan. Jalan panjang. Jalan kehidupan yang tak pernah kita tahu dimana dan bagaimana akan berakhir.Jalan inilah, jalan tak ada ujung (meminjam judul novel milik Mochtar Lubis). 

Berbicara tentang jalan kehidupan, belum berapa lama saya mendapat informasi dari seorang teman. Informasi tentang penyunatan nominal gaji karyawan suatu pabrik di Jawa Tengah. Ketika dihadapkan dengan permasalahan demikian. Berbagai pertanyaan timbul dalam kepala manusia. Tidakkah ini bagian dari jalan kehidupan? Lantas, bagaimanakah kita akan menyikapi hal yang demikian? Kebanyakan beberapa pihak cenderung mencari siapa yang harus disalahkan. Tak sedikit pula yang lebih berpikir tentang cara mengatasi,percuma mencari-cari kesalahan. Nyatanya, kasus yang demikian selalu menjadi hal yang sangat umum. 

Di lain pihak, seorang teman yang juga guru di Sekolah Dasar (SD) mengaku bahwa selama satu semester (enam bulan) mengajar ia belum pernah menerima upah sepeser pun. Pengabdian. Bicara tentang pengabdian. Bagi sebagian pihak ada yang memandang, pengabdian tanpa dibayar sudah seharusnya. Seorang emban pun ketika mengabdi kepada raja juga sering tidak dibayar. Permasalahan feodal seperti ini akan menyakitkan rasanya ketika dihadapkan pada zaman serba canggih seperti sekarang ini. Satu hal yang lebih menyakitkan lagi bahwa sang teman ini diminta untuk mengerjakan pengisian data administrasi sekolah. Dalam data dituliskan bahwa gaji guru tidak tetap yang telah lama adalah sekian rupiah. Guru tidak tetap alias baru mengabdi adalah sekian rupiah. Jelas, si teman jengah melihat semua ini. Ia pun bertanya kepada saya, apakah ini korupsi? 

Berpedoman kepada buku pemberian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat mengikuti diskusi dulu, saya mencoba menelusuri pengertian korupsi. Korupsi berasal dari kata berbahasa latin, corruptio. Kata in sendiri punya kata kerja corrumpere yang artinya ‘busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, atau menyogok’. Adapun menurut Transparancy International, korupsi adalah perilaku pejabat publik atau pegawai negeri yang secaranggak wajar dan nggak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekatdengan dirinya, dengan cara menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakankepada mereka. (KPK. Buku Panduan Kamu Buat Ngelawan Korupsi, Pahami Dulu baru Lawan!. “Definisi Korupsi”. Hal.7) 

Dengan merujuk pengertian korupsi di atas, jelas bahwa penyunatan dan penyulapanadalah satu dari sekian banyak tindak korupsi. Nyatanya, kebiasaan penyunatan dan penyulapan seperti ini masih mengakar kuat dalam lingkungan kita.Seolah-olah korupsi adalah hal yang wajib dilakukan manusia untuk melanjutkankehidupan. Tentu sudah sepantasnya yang memang menjadi hak seseorang diberikan.Gaji karyawan harus dibayarkan sesuai dengan hasil kinerjanya. Adapun gaji gurupun harus diberikan. Biarpun mengabdi, tentunya ada fee sebagai pengganti uang lelah dan uang transport. 

Sayamencoba menarik diri untuk sejenak beridam dan merenung. Dalam perenungan ini,lewat di depan saya seorang anak kecil. Saya mencoba melihat anak ini dalam scopeluas. Anak Indonesia. Kepada mereka lah cita-cita luhur bangsa bergantung. Anak-anak pembawa perubahan (agent of change). Lain daripada itu, peran guru dan orang tua tentunya akan sangat menunjang perkembangan si anak. Save Our Children.Bagaimanakah kita menyelamatkan anak-anak ini dari tindakan-tindakan sebagaimana disebutkan diatas. Tak bisa lain, seorang guru hendaknya memberikan pengajaran tentang hal-hal demikian. Karakter kejujuran bangsa memang harus dibangun sejak kecil. Terlebihperan orang tua terhadap si anak. Sayangnya, para orang tua lebih suka memilihbaby sitter untuk mengasuh putra-putrinya. 

Pertumbuhan anak-anak di Indonesia tidak sebanding lurus dengan perkembangan minat untuk menjadi guru. Masih banyak yang ragu-ragu  terjun dalam dunia pendidikan, khususnya menjadi guru. Alasan yang muncul pun bermacam-macam. Dari honor yang tidak cukup, tuntutan yang terlalu berat, rasa belum mumpuni dalam bidang pendidikan, dan masih banyak lagi. Dibuktikan dengan fenomena yang terjadi belakangan ini, banyaknya sarjana lulusan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) yang notabenenya caln pedidik, lebih memilih dunia perbankan. Alasannya sudah pasti, honor yang lebih besar. Jika permasalahan ini tidak segera disikapi, negara kita tak berapa lama lagi akan ambruk. Negara yang terus menerus terancam. Perkembangan zaman yang terus meningkat menimbulkan tantangan tersendiri, khususnya bagi anak muda. Sementara pemuda penerus harapan bangsa masih kurang perbekalan untuk dapat berdiri tegak. Saat ia dalam masa penggodhokan diri, angin perkembangan zaman sangat kencang menghantam. Sebuah bangunan tentu tidak akan bediri kokoh apabila pondasi yang digunakan untuk bertumpu terlampau rapuh. Sadar dari perenungan ini muncul tanda tanya besar dalam otak saya.Tidakkah mungkin si anak yang lewat ini, nanti ketika besar berubah menjadiseorang koruptor kelas kakap? Ataukah ia kelak menjadi pemberantas koruptor? Atau tak mungkinkahia akan jadi seorang pemuka agama?
Blora,14 November 2013

0 komentar:

Posting Komentar