Kamis, 10 Januari 2013

Blora Lebih Dekat

Tak kenal maka tak sayang. Banyak orang yang bilang seperti itu, benarkah?

Bagaimana rasa sayang bisa muncul kalau kenal saja tidak. Sebenarnya sudah lama hasrat untuk menulis muncul, tapi barangkali kekuatan malas lebih besar daripada semangat menulis. Akhirnya, hari inilah kucoba merangkai kata untuk kujadikan dokumen sosial kelak. 


Ngomong-ngomong masalah kenal dan sayang, akhir januari kemarin kusambangi daerah pembuat penasaran. Goa Terawang. Goa yang terletak di Kecamatan Todanan, Blora bagian barat menyimpan misteri tersendiri buatku. Mengapa? Jujur saja, dari dulu hanya tahu keberadaan Goa dari cerita orang alias jarene jare. Blora yang berada di wilayah pegunungan kapur utara mempunyai banyak potensi wisata. Terlebih wisata Goa. Goa Terawang memang sungguh cantik. Cobalah kawan pembaca berkunjung ke sana. Jangan lupa bawa kamera, potret sebanyak-banyaknya.

Berangkat pukul 08.00 sampai di sana pukul 10.30. Kami bertiga, Saya sendiri, Tulus Setyadi dan Zouza Aprilyanto. Jumlah keberangkatan yang selalu ditakuti oleh para petualang maupun pendaki. Ganjil. 

Kondisi Goa masih alami. Terbukti di dalam goa masih gelap tanpa penerangan lampu, jadi harap bawa senter sendiri. Selain itu, flora dan fauna juga masih banyak. Sekali datang, puluhan kera akan menjemput Anda. Supaya lebih jelas akan saya ceritakan. Setelah mengjnjakkan kaki di Goa Terawang. 


Masih di Todanan, tepatnya di pintu masuk Goa tertulis: Goa Gombak. "Ah Sudah sampai di sini rugi kalau langsung pulang". Itulah gambaran pikiran kita. Hajar lagi, menyusuri jalan setapak yang cukup jauh, terdengar bunyi, air gemercik. Lhoh apa ini sungai? Kondisinya persis dengan jurang. Yak benar, ini dia sumber bunyi air itu. Sungai yang sebagian airnya masuk ke dalam Goa. Inilah yang dinamakan Goa Gombak. Sesampainya di sana kami mencoba melihat lebih dalam lagi. Jadi, kondisi Goa ini kecil tapi memanjang. Persis di mulut Goa terdapat batu yang menyerupai pintu gerbang. Jika kita masuk lebih dalam, bukan batu yang kita injak melainkan air. Mudahnya batu hanya di mulut Goa, selebihnya air tenang yang terlihat tidak mengalir. Kemungkinan besar mengalir tapi langsung arusnya langsung ke bawah. Fantastik. 

Pengembaraan kami tidak berhenti sampai di Goa kedua. Perjalanan berlanjut ke Waduk Bentolo. Waduk yang dahulunya dijadikan bumi perkemahan dan sekarang mulai tergerus perkembangan zaman. Bumi perkemahan beralih menjadi pabrik gula. Waduk yang cukup bagus walaupun debit airnya belum banyak. Maklum waktu, hujan masih belum selebat sekarang. 


Usai mampir di warung untuk sekadar mengisi perut, perjalanan berlanjut lagi. Goa Kidang. Yak, ini dia yang TO (Target Operasi) kita sebenarnya. Trek jalan berbeda jauh dengan trek Goa Terawang. Adapun trek jalan menuju Goa Kidang sangat menanjak dengan tanah berbatu kapur. Tanpa papan nama dan tanpa penunjuk jalan. Maklumlah, Goa Kidang tak banyak dikunjungi orang. Bahkan, sudah tidak dianggap sebagai objek wisata lagi. Terbukti dari pintu masuk yang sudah hancur tidak terawat. Berbeda jauh dengan pintu masuk Goa Terawang. 
Setelah setengah perjalanan tak juga kita temukan letak Goa. Untunglah, ada beberapa orang yang mencari rumput.

 Berkat arahan Ibu dan Bapak Pencari Rumput. Sampailah kita pada satu tebing. Kami takjub melihatnya. Jurang yang hebat. Tebing yang bukan vertikal melainkan melingkar horizontal di tanah dengan berbagai tumbuhan liar di sekelilingnya. Turun. Kita turun dan Wah. Hebat, ini dia TO yang kita cari selama ini. Masih dalam bayang-bayang kekaguman. Lobang horizontal tadi menyimpan dua Goa yang tidak begitu dalam yaitu Goa Celeng dan Goa Kidang. Goa yang sama sekali tidak terawat. Siapa sangka, di balik rimbunnya dedaunan ini terdapat Goa indah yang kita cari?
Foto di samping adalah mulut Goa Celeng, tak seberapa jauh dari Goa Celeng, inilah Goa Kidang yang membuat kita penasaran. Di tempat ini lah belum lama, kira-kira April 2012 ditemukan dua fosil manusia purba jenis Homo Sapiens. Memang, pertama kita bingung dan bertanya-tanya dimana letak penemuan fosil itu? Tapi setelah melihat tekstur tanah yang berbeda dengan tanah lain barulah kita punya firasat bahwa di tanah ini lah fosil manusia zaman purbakala ditemukan. Tanah yang tampak baru ditutup, dengan kondisi masih gembur dan halus. 


Tak hanya itu, di sebelahnya terdapat sisa kayu yang kemungkinan digunakan sebagai pathok atau tiang pancang. 

Akhirnya, rasa penasaran itu ditebus di akhir tahun 2012 tepatnya pada 29 Desember 2012. Akhir tahun yang sangat bermakna dan juga penebusan yang melelahkan tapi memuaskan. Sepanjang perjalanan pulang kendaraan sang kawan bermasalah. Ini dia, 
satu hal yang sebenarnya sudah diprediksi sebelumnya karena kita berangkat dengan Panser dan Tank masa lampau. Kendaraan klasik yang tetap bertahan di tengah arus perkembangan. Dengan segala kekuatan yang dimiliki si Panser dan Tank Baja kami pulang tertatih-tatih. 


0 komentar:

Posting Komentar