Sabtu, 12 Januari 2013

Hidupkan Hidupmu dengan Hidup, Warnai Kehidupanmu...


Semilir angin pagi ini membasuh wajah kota Blora yang mungkin bopeng sebelah. Angin itu datang menjelma menjadi alat kosmetik untuk merias kota kecil di Timur Jawa Tengah. Seolah tak mau ketinggalan, Sang Embun memberikan sedikit sentuhan sebelum akhirnya ditutup oleh sinar Mentari.
Pagi ini, jam di kamarku menunjukkan pukul 06.00. Masih dingin memang, tapi ah dingin itu kan hanya sebagian cerita kehidupan. Kuambil sepeda oenta Hero kesayanganku. Oenta yang sekian lama kudambakan, akhirnya terbeli juga dengan hasil jerih payahku sendiri. Ets, jangan salah. Apapun itu, memang lebih puas kalau hasil jerih payahnya sendiri. 

Akhirnya Kumulai pagiku. 
Pedal ditendang, Hero pun jalan. Target hari ini, Embung Bruk. Daerah irigasi yang selalu menjadi lokasi favoritku. Satu, dua, tiga, entah berapa rumah penduduk yang sudah kulewati. Coba kalau ada iringan lagu simfoni atau musik instrumental yang syahdu, akan lebih pas. Sembari mengayuh dua pedal yang melambangkan kehdiupan dan kematian, suara hatiku menjelma menjadi kata-kata.
"Hidup memang rasanya indah kalau dinikmati seperti ini. Untuk bisa menikmati hidup, tentunya kita harus hidup terlebih dahulu." Perjalanan berlanjut. 
Sampailah ke persawahan. Hamparan padi menghijau di kanan kiri meyuguhkan pemandangan membuat mata yang masih ngantuk ini menjadi terbelalak Tuhan tak berhenti menunjukkan karyanya yang bijaksana, kawan. Percayalah!

Tletik air turun menghinggapi tangan dan besi tuaku. Ada apakah gerangan? Embunkah atau gerimiskah? Was-was. Ini dia, ternyata gerimis mulai turun, pesona alam kian hebat dalam balutan kanvas kehidupan. Singgasananya yang tak pernah miring ataupun lepas.
Tak lama kemudian, di sebelah barat tepat di atas padi hijau muncul pelangi dengan warna anggunnya yang kian menambah maraknya suasana. Merah, biru, kuning, hijau, semua bercampur dengan paduan warna dan tekstur yang sangat serasi. Lengkaplah sudah pagi ini.

Tujuan ke Embung Bruk tidak tercapai lantaran hujan. Walaupun begitu, ada hal hebat yang kuperoleh yang mungkin saja tidak akan kudapatkan di sana. Pelajaran hidup yang tidak berbeda jauh dengan cerita Dua Lelaki Tua (hal.151) dalam novel Dimana Ada Cinta, Di sana Tuhan Ada karya Leo Tolstoy, seorang Sastrawan Rusia yang sangat agung.Selain itu, seolah mengamini. Benar juga apa yang tertuang dalam Dasa Darma Pramuka butir kedua "Cinta Alam dan Kasih Sayang Sesama Manusia". Dengan adanya butir kedua Dasa Darma Pramuka ini menambah padunya kata-kata. Butir kedua Dasa Darma Pramuka lalu kutarik untuk kuintegrasi kan dengan karya fenomenal Leo Tolstoy Dimana Ada Cinta, Di sana Tuhan Ada. Hingga jadilah satu bentuk kalimat yang sederhana yaitu:
Cintailah alammu, maka Tuhan akan menunjukkan cintanya pula kepadamu

0 komentar:

Posting Komentar