Minggu, 28 Oktober 2012

Dilematika dan Problematika

Seiring dengan munculnya kekuatan besar, muncul pula tanggung jawab besar yang mengikutinya
Kata-kata ini mungkin pas untuk mewakili kejadian tempo hari.
Waktu itu, aku diminta untuk membantu panitia pembagian daging kurban di Masjid. Harus bawa pisau. Oke, Siap, tancap. Sampai di Masjid, ketemu dengan panitia. Semua lokasi berpintu rapat. Satu orang panitia menyuruhku untuk mengisi daftar hadir. Sial, keformalan yang membuatku mulai malas karena mengandung paksaan yang mengikat. Diwajibkan pakai co-card segala. Ini kan acara untuk warga. Kok seperti ini? Warga lain pun dilarang mendekat, terkecuali panitia atau pemakai co-card. Acara Pembantaian daging selesai, langsung kubagikan di warga RT bersama adik. Usai membagikan daging, otomatis harus kemabli ke Masjid untuk sekadar laporan. 

Sekembali di Masjid. Banyak warga yang datang. Tentu berharap untuk dapat sekadar daging ya paling nggak satu bungkus. Ada satu yang membuatku muak. Ada panitia yang bilang "Gini ini kalau SDM rendah". Usut punya usut dia adalah donatur utama masjid. Aku sudah tahu orangnya, kata orang memang begitu itu wataknya. Ah sama sekali tak ada simpati dengan orang seperti ini. Tak hanya itu, petugas keamanan masjid juga mempersilakan warga sekitar untuk masuk. Tapi sikap semena-mena dan ketus dia bilang "Mau minta daging? Sana bilang, Pak minta, Pak..." sontak, hatiku sedih melihatnya. Terang saja, warga yang diberitahu seperti itu nurut. Yah, tentu demi perut. Dalam hati aku terpukul. Bagaimana mungkin, dalam agama ada himbauan "Janganlah meminta-minta, meminta-minta adalah pekerjaan yang paling hina." Lha ini, kok malah seperti ini? Orang yang dipandang melek agama, malah menjerumuskan orang lain. Seperti lagu lama. Aku keluar. Duduk di luar lokasi penyembelihan hewan, melihat saja dari sana. Diam termangu. Aku tak mau sepeti ini. 

0 komentar:

Posting Komentar