Sabtu, 29 September 2012

Berguru kepada Sedulur Samin (Jilid 1)

Malam segera tiba. Sinar laser orange jingga menyerbu bahana menandakan kudetanya kepada sang sore. Angin bergulung-gulung menyapu segala yang ada di hadapannya. Inilah angin di musim kemarau. Menampar semua tanpa terkecuali. Sampah, daun, semua dilibas menjadi satu dalam adonan mixer alam yang berani. Aku yang terpaku medadak kaget karena dinginnya yang tak terkirakan. Kutarik jaketku. Kubungkus kepalaku. Dengan pandang yang tak berubah kubidikkan busur panah mata ini ke bulan. Bermenung mencari-cari tentang makna dan tanda dari kehidupan. 
Memang inilah angin di musim kemarau yang ganas. Dia datang kepadaku. Mengajakku bercengkerama.  Menguras otak dan logikaku. Kemudian membawa diriku kepada suatu hari yang di sanalah aku belajar tentang kehidupan. Pelajaran kehidupan tanpa pernah ada ulangan harian. Tanpa paksaan, tanpa perintah, dan tanpa celaan. Dalam pelajaran ini pena hitam tidak pernah menunjukkan mukanya. Justru tinta merahlah yang terus menyeruak. Menandai pesan-pesan penting dalam dalam setiap tuturan dan materi. Tentang hidup dan kehidupan yang bahkan kita sendiri tak tahu sampai kapan. Ingatank ini meyeretku untuk meloncat bebas dan kemudian duduk kembali di altar kenangan berjuta paket kejutan. Paket kejutan yang bagaimanakah?
Paket kejutan yang merupakan bonus indah dalam hidupku. Bagaimana tidak? Setelah sekian lama, akhirnya aku bisa berkunjung dan berjumpa dengan masyarakat Samin. Sudikah kiranya kawan-kawan mendengar ceritaku? Oh iya, siaapakah masyarakat Samin itu? Untuk mengetahui definisi masyarakat Samin ini biarlah kalian yang menentukan. Bagaimanakah mereka pilihlah logika yang baik dari ceritaku ini, Kawan. 
Oke, aku akan mulai bercerita tentang satu hal yang belum pernah kujumpai selama hidupku. Ambil dan rekamlah kalau sekiranya itu menarik. 
Once upon a time. Pada suatu hari. Wonten dateng salah satunggalipun dinten di tahun 2011 (harinya saya lupa. Maksuda hati mau membuka catatan harian untuk melihat hari dan tanggal, tapi cataan harianku tak ada daftar isinya. Jadi malas juga). Ketika itu, hape mungilku menjerit karena dikagetkan oleh kekuatan  besar yang sangat mendadak. Kawan Mustakim di Jogja mengirim sms yang isinya "Ayo ke Samin, nanti sekalian mampir ke rumah Pramoedya Ananta Toer. Kamu yang jadi tour guidenya?" Sontak aku kaget, kok mendadak sekali. Berpikir sebentar, kubalas pesan singkat itu "Boleh. Kapan, siapa saja?" balasku. Tak lama berselang hape jadul mungilku bergetar, kubuka "Sama anak-anak LPM Pendapa. Sekalian buat ngisi majalah," jawabnya. Kupencet hape itu lagi "Oke, sms kalo udah sampai di Blora ya?". "Siapp," balas Mustakim....(Bersambung dulu. Tim favorit Arsenal sedang bertanding, jadi harus jeda untuk memberi dukungan). Sabar yaa....

0 komentar:

Posting Komentar